ENTERTAINMENT – Sisi kelam dunia Wamil (Wajib Militer) di Korsel (Korea Selatan) terungkap dalam drama Korea D.P (Deserter Pursuit).

Baca Juga : Anggota Kru Film Tewas di Lokasi Syuting

Sederet adegan dalam drama tersebut, memperlihatkan seorang prajurit ditampar dan dihajar hingga babak belur oleh anggota militer berpangkat lebih tinggi hanya karena iseng.

Berikut 2 sisi kelam wajib militer Korea Selatan yang terungkap melalui drama Deserter Pursuit.

1. Budaya Perundungan

Sebagian warga Korsel menganggap 18 bulan Wamil adalah hal yang sia-sia, bahkan banyak yang memilih kabur dari kewajiban tersebut.

Kim Bo-Tong, yang mengadaptasi serial ini dari komik digital berjudul sama, menjadikan pengalaman pribadinya sebagai mantan personel tim DP ke dalam beberapa kisah drama tersebut.

Seorang aktor bernama Kang Un mengatakan, ia harus mempause adegan dimana tokoh penjahat memukul leher serdadu.

“Ketika saya menyaksikan tokoh penjahat memukul leher si serdadu, saya harus menekan tombol pause karena itulah yang persis saya alami,” ucapnya.

Ia mengaku sering dipukuli oeh senior-senior di tempat Wamilnya.

“Saya juga sering dipukuli senior-senior saya. Tatkala seseorang memukul leher seperti itu sebanyak 20 kali, kamu akan menangis,” ujarnya.

2. Ponsel Mengubah Keadaan

Penggunaan ponsel pintar ternyata mampu mengubah dunia wamil menjadi jauh lebih baik.

Juli 2020, setelah diuji dalam persidangan yang memakan waktu setahun, ponsel boleh digunakan para serdadu di kamp militer. Meski begitu, ada beberapa pembatasan, mereka hanya boleh menggunakan ponsel dalam waktu tertentu dan tidak diperbolehkan di area keamanan tinggi.

Yang lebih penting, ponsel berpotensi membuat para serdadu mengungkap ketidakadilan dalam kamp-kamp militer.

“Para serdadu kini bisa merasa lebih aman karena mereka selalu dapat memilih untuk menelepon bantuan dari luar,” kata Cho Kyu-suk, koordinator Pusat HAM Militer, sebuah kelompok yang mengadvokasi hak-hak serdadu.